Pusat Informasi & Forum SMKN-1 Kuala Kapuas

Pusat Informasi & Forum SMKN-1 Kuala Kapuas
Semoga sarana ini bermanfaat bagi warga SMKN-1/mereka membutuhkannya

Welcomee..SMKN-1 Selat Kuala Kapuas

Selamat Datang di Blog SMKN-1 Kuala Kapuas
Moga Bermanfaat Bagi Para Pendidik, Siswa
maupun mereka yang menggunakannya
.
Selamat berselancar di Blog.....

Translate

Selasa, 25 Mei 2010

Tokoh Wanita Terbaik

Indonesia Kehilangan Tokoh Wanita Terbaik
In Memoriam : Dr Hasri Ainun. Alamarhumah ketika mendampingi suaminya, BJ Habibie.
Selasa, 25 Mei 2010

JAKARTA, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan Indonesia telah kehilangan salah seorang tokoh wanita terbaik dengan meninggalnya Ibu Hasri Ainun Habibie, istri mantan Presiden ketiga Republik Indonesia, BJ Habibie.

Dalam sambutannya selaku inspektur upacara pada upacara pemakaman Ibu Ainun yang dilangsungkan secara militer di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta, Selatan, Selasa, Presiden mengatakan Ibu Ainun tidak hanya seorang Ibu Negara yang penuh kasih, namun juga pejuang kemanusiaan yang tulus serta ibu dari sebuah keluarga panutan.

"Beliau telah mendampingi Presiden Republik Indonesia Ketiga, Bapak Prof Dr Bacharuddin Jusuf Habibie, dalam menunaikan tugas-tugas kenegaraan yang sangat berat," ujar Presiden.

Ibu Ainun, lanjut dia, dengan penuh kesetiaan dan kepercayaan senantiasa mendampingi Presiden Habibie melewati hari-hari yang tidak mudah dalam salah satu periode sejarah yang sangat menentukan ketika negara Indonesia diguncang krisis pada 1998-1999 berbarengan dengan mulai dilaksanakannya reformasi nasional yang dramatis dan berskala besar.

"Dalam suka dan duka, beliau selalu tegar menjalankan tugas sebagai Ibu Negara bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara yang kita cintai," ujar Presiden.

Pemakaman Ibu Ainun yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 11 Agustus 1937 di TMP Kalibata secara militer merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan dari Negara dan Pemerintah atas jasa dan pengabdiannya kepada negara dan bangsa.

"Sepanjang hidupnya, beliau telah menunjukkan dharma bakti terbaiknya dengan penuh ketulusan. Dedikasi yang tak berkesudahan kepada nilai-nilai kemanusiaan menjadi bukti nyata keteladanan beliau," tutur Presiden.

Hingga akhir hayatnya, Ibu Ainun yang sempat menjadi asisten ahli di bagian anak RS Cipto Mangunkusumo adalah Ketua Umum Perhimpunan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI) dan Pengurus Yayasan Amal Abadi Beasiswa Orang Tua Bimbing Terpadu (YAAB-ORBIT).

Berkat pengabdian dan jasa-jasanya di bidang kemanusiaan, Ibu Ainun yang lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 1961 itu dianugerahi Bintang Republik Indonesia Adipradana, dan Bintang Mahaputra Adipurna.

Presiden dalam sambutannya berharap agar berbagai aksi kemanusiaan bersifat universal yang dilakukan oleh Ibu Ainun Habibie dapat berlanjut untuk kehidupan yang lebih baik.

"Pada kesempatan yang khidmat ini, saya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mendoakan beliau. Semoga keikhlasan Almarhumah dalam mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan segala amal ibadahnya diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa," tutur Presiden.

Kepada BJ Habibie dan seluruh keluarga yang ditinggalkan, Kepala Negara berharap agar Tuhan senantiasa memberikan ketabahan dan kesabaran mengatasi cobaan dengan tabah, ikhlas, dan tawakal.

BJ Habibie yang mengenakan kemeja batik bernuansa coklat tua selama prosesi pemakaman berlangsung sekitar 45 menit terlihat sedih.

Saat berjalan mengiringi peti jenazah dari pintu masuk TMP Kalibata hingga liang lahat, Habibie yang berjalan di samping Ani Yudhoyono dan didampingi dua cucunya bahkan sempat beberapa kali meneteskan air mata.

Ibu Ainun menikah dengan BJ Habibie pada 12 Mei 1962 dan dikaruniai dua putra, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.(ANT)


Mengenang Ibu Ainun Habibie
Selasa, 25 Mei 2010
Mantan Presiden RI BJ Habibie punya banyak kisah yang membuatnya bahagia. Yang utama adalah sang istri, Dr Hasri Ainun Habibie.
Pada tahun 1963, beberapa mahasiswa Universitas Aachen menunggu di Bandara Dusseldorf, menanti kedatangan seniornya, BJ Habibie, yang membawa pasangannya yang baru.

Begitu diperkenalkan, kesan pertama kami adalah alangkah serasinya kedua sejoli ini dari segi penampilan, Habibie tidak tinggi dan Dr Hasri Ainun Besari Habibie (Ainun) tidak lebih tinggi dari suaminya.

Ia murah senyum, terlihat anggun dan menyerahkan semua percakapan kepada suaminya. Kami, anak mahasiswa Aachen, memang sudah terbiasa dengan sifat Rudy—panggilan Habibie—yang ramai, tetapi ramah. Kesan lain yang kami dapati adalah, Ainun seorang tokoh yang tidak ingin menonjol dan sengaja berada di garis belakang, tetapi bukan berarti tidak berbobot.

Mendukung dari belakang
Dalam sejarah perkenalan saya dengan keluarga ini, kesan pertama itu diperkuat lagi oleh kuatnya pendirian Ainun dalam mendukung suaminya dari belakang. Ia sangat memahami tugas-tugas suaminya dan bagaimana dengan setia mendampingi dan mendukung suaminya. Ke mana pun sang suami pergi, beliau dengan setia dan sabar mendampinginya, tidak saja secara fisik, tetapi juga dengan kata-kata dan nasihat yang bermakna.

Misalnya, sewaktu Sidang MPR tahun 1999, kata-kata kasar dari anggota DPR tetap diterima dengan anggun dan, di rumah, Ainun membantu Rudy mengatasi kecaman-kecaman yang diucapkan tidak pantas itu. Banyak dari kami yang mengatakan bahwa Ainun adalah contoh istri yang ideal, tidak menonjol tetapi menjadi satu kesatuan dengan suaminya karena selalu mendukungnya dari belakang.

Seorang sosok yang cantik, anggun, pintar, tetapi pandai menempatkan diri dalam pergaulan sehari-hari dan perjalanan karier di samping suaminya. Apalagi sang suami adalah seorang yang dinamis dan penuh dengan energi.

Dalam berbagai kesempatan, Rudy menyatakan di depan umum betapa Ainun menjadi penopang dan pendorong dalam hidup dan aktivitasnya. Betul pula pepatah yang menyatakan bahwa "di balik seorang laki laki yang sukses bisa didapati wanita yang telah mendukungnya".

Mereka mengalami masa pacaran yang singkat, tetapi cukup mengesankan. Mereka berpacaran di atas becak malam hari dengan jok tertutup kendati saat itu tidak sedang hujan.

Pada masa awal pacaran mereka, setelah Ainun menerima lamaran Rudy, Rudy secara reguler mengantar Ainun pergi bekerja ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, tempat Ainun bekerja di bagian anak-anak. Biasanya, Rudy menjemput Ainun memakai becak, sesudah itu mereka berjalan meninggalkan kompleks RSCM.

Mereka mengalami masa pacaran yang singkat, tetapi cukup mengesankan. Mereka berpacaran di atas becak malam hari dengan jok tertutup kendati saat itu tidak sedang hujan.

Pernah pula ketika sedang pacaran mereka ketemu dengan rombongan teman-teman Ainun dari Fakultas Kedokteran. Salah seorang bertanya, "Siapa sih nama tunanganmu Ainun?" Seorang lagi memotong, "Namanya Bacharuddin Jusuf Habibie. Orang Arab lagi." Ainun tersenyum lalu berkata, "Ini orang Arab-nya," sambil menunjuk Rudy yang berada di sebelahnya. Teman-teman Ainun kaget, Rudy hanya senyum-senyum.

Selalu mengingatkan
Mereka menikah 12 Mei 1962 dan Ilham—putra mereka pertama—lahir pada 1963 di Jerman karena, setelah menikah, Ainun langsung di boyong ke Jerman. Di situ mereka hidup dalam rumah tangga anak muda, berpahit-pahit karena penghasilan Rudy sebagai mahasiswa tingkat doktoral masih sangat kecil, pemasukan harus pula disisihkan sebagian untuk ditabung.

Masa itulah masa berat mereka di awal-awal pernikahan. Ketika saya harus ke Holland (Belanda dengan Aachen sangat dekat), Rudy menitipkan kepada saya untuk membelikan kereta dorong bayi karena harga di Belanda lebih murah.

Ainun sangat mencintai dan selalu memberikan perhatian besar kepada suaminya. Ketika masih menjadi Menristek/Ketua BPPT, Rudy sering pulang terlambat dari kantor, biasanya bisa lewat dari pukul 22.00. Jika sudah terlambat seperti itu, Ainun menelepon langsung dari rumah mengingatkan agar Rudy segera pulang karena harus menjaga kesehatan. Rudy biasanya minta kepada sekretariat agar menjawab "Bapak sudah menuju lift", padahal sebenarnya ia masih duduk di kursi dan meneruskan pekerjaan, tidak langsung pulang.

Perhatian Ainun juga tertuju pada makanan Rudy sehari-hari. Ia selalu menjaga kalori yang pantas dalam asupan suaminya. Ia memberikan batasan-batasan makanan apa saja seharusnya yang dikonsumsi.

Perhatian Ainun juga tertuju pada makanan Rudy sehari-hari. Ia selalu menjaga kalori yang pantas dalam asupan suaminya. Ia memberikan batasan-batasan makanan apa saja seharusnya yang dikonsumsi. Karena itu, Rudy sangat tertib dalam hal makanan jika Ainun ada di dekatnya. Namun, jika Ainun tak ada, saya lihat Rudy sering melanggar pantangan yang diberikan Ainun.

Hal lain yang menarik adalah soal waktu. Kita semua tahu jika Rudy memberikan sambutan dan berceramah biasanya selalu panjang melebihi batas waktu yang dijatahkan. Namun, jika Ainun hadir, almarhumah biasa memberikan isyarat agar segera berhenti dan Rudy dengan jujur menyampaikan kepada hadirin, ia akan segera menghentikan pidato dan ceramahnya karena sudah mendapat isyarat dari Ibu Ainun agar berhenti.

Suatu waktu, pada acara salat tarawih di kediaman beliau di Jalan Patra, Rudy diberi kesempatan menyampaikan sambutan kepada jemaah. Ternyata, sambutan Rudy berkepanjangan. Melihat jemaah sudah gelisah karena masih akan dilanjutkan acara tarawih, Ibu Ainun melalui salah seorang cucunya meminta supaya memberikan isyarat kepada "eyang kakungnya" agar mengakhiri sambutan.

Sang cucu memang menjalankan tugasnya dan tampil ke depan mengayunkan tangan seperti kalau sedang salat. Rudy mengerti isyarat itu dan mengakhiri sambutannya. Namun, ia tidak lupa berkomentar, "Itu pasti disuruh oleh Ibu Ainun." Jemaah pun tertawa.

Ainun penuh dengan energi dan tidak saja aktif sebagai ibu rumah tangga meski suaminya menteri dalam Kabinet Pembangunan. Ia aktif dengan berbagai kegiatan di bidang organisasi wanita: Dharma Wanita Pusat, Ria Pembangunan, dan banyak kegiatan sosial di bidang anak dan manula. Namun, beliau sangat religius dan pengajian secara teratur dilakukan di rumahnya.

Sewaktu menjadi Ibu Negara saya sangat terkagum-kagum bagaimana Ainun bisa mempunyai stamina dan membagi waktu untuk mengikuti setiap acara Presiden, baik di dalam maupun di luar kota. Menerima lebih banyak lagi tamu di luar kegiatan keluarga. Dan, di samping itu, ia masih dapat membagikan kepedulian dalam kegiatan sosial.

Sewaktu menjadi Ibu Negara saya sangat terkagum-kagum bagaimana Ainun bisa mempunyai stamina dan membagi waktu untuk mengikuti setiap acara Presiden
Setelah Rudy tidak lagi menjabat di pemerintahan, Ainun masih aktif dalam kegiatan sosial. Misalnya menjadi Ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI), Wakil Ketua Dewan Pendiri Yayasan SDM Iptek, mendirikan Yayasan Orbit dengan cabang di seluruh Indonesia. Juga memprakarsai majalah teknologi anak anak Orbit. Semasa gejolak di Aceh pada tahun 2000-an, Ainun mengadakan beasiswa ORBIT khusus untuk siswa Aceh.

Ibu Ainun sudah tiada, meninggalkan kita dengan banyak kenangan yang manis dan berkesan. Meskipun tak banyak diekspos media, banyak tindakan beliau semasa hidup yang menjadi suri teladan bagi kita semua. Kasih sayang dan cinta tidak saja dibagi dengan suami, anak, dan keluarga, tetapi juga dengan masyarakat.

Bagi saya, Ainun betul-betul sosok ibu dari anak-anak negara dan seorang istri teladan.

SEJAK kita merdeka belum terjadi seorang presiden atau istri presiden kita yang sedang menjabat wafat. Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid wafat setelah mereka tidak lagi menjabat.

Bagaimana dengan istri-istri presiden? Hanya Ibu Tien Soeharto yang meninggal dunia ketika suaminya sedang menjabat. Beliau wafat bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha tahun 1996, sama seperti ketika mantan Wakil Presiden Adam Malik meninggal dunia dan dishalatkan di Mesjid Istiqlal oleh EZ Muttaqien yang menjadi imam shalat Idul Adha tahun 1984.

Bahkan malam harinya, konduktor Zubin Mehta dengan orkes simfoninya, mengheningkan cipta untuk Adam Malik sebelum bermain di Balai Sidang Jakarta.

Indonesia pertama kali kehilangan istri pendamping presiden, ketika Ibu Fatmwati Soekarno wafat di Kuala Lumpur, Malaysia tahun 1979. Saat itu nama Soekarno sangat haram untuk diungkit-ungkit. Mau tidak mau kepergian Bu Fat (panggilan akrab), membuat semua orang terkenang saat-saat negeri ini berada dalam kritis masa perjuangan kemerdekaan.

Saya begitu trenyuh, ketika mengetahui bahwa bila ada acara-acara keagamaan Islam yang dihadiri Presiden Soekarno, Bu Fat lah yang mengaji membacakan kitab suci. Begitupun dengan Ibu Inggit yang selalu memberi kode-kode tertentu pada telur yang dikirim ke suaminya saat di penjara Sukamiskin.

Kalau telurnya retak, artinya banyak kerusuhan kecil di luar sana terhadap kezaliman kolonial Belanda. Atau memberi tanda-tanda khusus pada huruf Arab pada Quran yang dikirim ke suaminya. Nanti Soekarno akan merangkaikan tanda-tanda itu menjadi sebuah berita penting. Mengirim surat tentu akan disensor bahkan dilarang oleh petugas penjara.

Ibu Inggit Garnasih hidup dalam kesederhanaan yang sangat keterlaluan. Tahun 1981 pernah terbetik berita bahwa cucunya akan melelang surat nikah Inggit dan Soekarno untuk kebutuhan perut, sambil Ibu Inggit membuat jamu tradisional untuk nafkahnya.

Ketika ada bukti-bukti bahwa Soekarno pernah minta maaf kepada Belanda saat menjadi suaminya, agar dia jangan dipenjara dan berjanji menghentikan agitasinya melawan Belanda, Inggit ngamuk seolah bangkit dari kerentaan yang lemah. “Pamali! Kusno melakukannya!” Bahkan Wakil Presiden Adam Malik menolak fakta itu.

Inggit telah wafat tahun 1984 dan dimakamkan dalam kesederhaan dan kesepian. Lalu menyusul kepergian Ibu Hartini yang wafat pada tahun 2002 ketika anak tirinya menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Kini, kembali Indonesia kehilangan istri presiden yang bersahaja dan paling bersiih dari hiruk pikuk kesibukan suaminya sebagai presiden Indonesia. Ibu Hasri Ainun Habibie, istri Presiden Baharuddin Jusuf Habibie wafat di Muenchen, saat klub sepak bola kota itu kalah bertanding merebut Piala Champions.

Kiprah Ibu Ainun jarang terdengar dan membuat garis hijau yang jelas antara dia dengan suaminya sebagai presiden. Tidak seperti Nancy Reagan, istri Presiden Ronald Reagan, yang banyak kalangan disebut sebagai “the real US President”, karena pengaruhnya yang sangat kuat pada kebijakan suaminya.

Ibu Ainunlah yang membuat suaminya menjadi presiden yang begitu enerjik dan paling enerjik dalam sejarah bangsa ini. Habibie sangat responsif dan terbuka dalam kesehariannya sebagai presiden. Ini tak lepas dari peran Ibu Ainun yang tekun mendampingi suaminya. Banyak orang bilang Ibu Ainun seperti oksigen bagi suaminya.

Saya tak bisa menduga bagaimana kekuatan suaminya setelah ditinggal pendamping setianya. Ketika Ibu Tien wafat tahun 1996, tahun-tahun berikutnya menjadi waktu yang melemahkan suaminya, sehingga membawanya pada akhir kekuasaan di tahun 1998.

Saya secara pribadi bangga dengan Ibu Ainun. Hanya beliaulah istri presiden yang satu-satunya satu almamater dengan saya. Ibu Ainun adalah lulusan fakultas kedokteran Universitas Indonesia, sebelum menikah dengan seorang pemuda yang kelak menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Terbayang ketika Soekarno mengumumkan mobilisasi umum untuk merebut Trikora tahun 1961, pasti Ibu Ainun ikut digembleng untuk ikut bersiap-siap melakukan apa saja sebagai mahasiswa kala itu.

Sebuah majalah mingguan berita nasional terkemuka, pernah memberitakan bahwa sebelum dikirim ke Jerman atas usaha Muhammad Jamin, Habibie dan pemuda-pemuda lainnya digembleng di Istana Merdeka oleh Presiden Soekarno.

Entah secara kebetulan, kepalanya Habibie dipegang-pegang oleh Soekarno, sambil ditunjuk-tunjuk untuk memberi semangat sebagai contoh kepada lainnya. Mungkin saja Soekarno tertarik melihat sorot mata Habibie muda yang begitu tajam dan ini mungkin juga menjadi daya tarik Ibu Ainun untuk menjadi pendampingnya seumur hidup.

Setiap istri-istri presiden Indonesia, selalu melakukan hal yang terbaik dan proposional sebagai fungsinya pendamping lahir batin sang suami atau istri (bagi Taufik Kiemas). Kita tak bisa membayangkan, bagaimana Soekarno tanpa Bu Inggit, tanpa Bu Fatmawati, tanpa Bu Hartini, tanpa Dewi. Apa jadinya Soeharto tanpa Ibu Tien. Rasanya Gus Dur pun tak akan tegar memimpin negeri ini tanpa kehadiran Ibu Shinta.

Kehadiran istri-istri presiden Indonesia mempunyai tempat sendiri dalam sejarah bangsa ini. Bagaikan sebuah taman yang asri, istri-istri presiden bak bunga warna warni yang memancarkan parfum, sehingga membuat suami mereka selalu tegar. Ibu Ainun adalah satu dari bunga-bunga yang cantik itu.

Selamat Jalan Ibu Ainun… (*)

Tidak ada komentar: